article
Sering kali kita berucap, “Masih ada waktu,” karena kita malas melakukan sesuatu. Perkataan ini senada dengan ungkapan, “Masih ada kesempatan”. Tetapi, sadarkah kita bahwa waktu itu terus berlalu? Kesempatan itu tak selamanya ada?
Ada ungkapan “lebih baik terlambat asalkan selamat daripada cepat tapi tersesat”. Ada juga ungkapan “lebih baik terlambat asalkan dapat daripada tidak dapat sama sekali.”
Masih ingatkah Anda tentang ungkapan yang berbunyi, “Bandha bisa lunga, pangkat bisa oncat, bojo ayu bisa mlayu,” harta bisa pergi, pangkat bisa lepas, istri cantik bisa lari. Banyak orang menjadi stress, menderita schizophrenia, menjadi gila karena ditinggal hartanya. Hilangnya harta bisa membuat orang tersiksa. Pepatah mengatakan, “kalau saja Anda kehilangan harta maka anda baru kehilangan sedikit, kalau saja Anda kehilangan kesehatan, Anda baru kehilangan separoh, tetapi kalau Anda telah kehilangan harkat-martabat dan harga diri, maka Anda telah kehilangan segala-galanya.”
Kata “kaya” mengacu pada beberapa kondisi, yakni setiap orang yang kaya, tentu punya harta. Manusia sendiri banyak yang menilai bahwa harta yang banyak menunjukkan orang itu kaya. Karena memiliki banyak harta, maka disebut “kaya”. Sedangkan orang yang tak berharta atau tidak punya apa-apa disebut “miskin”. Lebih jauh lagi, istilah kaya, dapat dimaknai kaya hati. Orang bijak pernah berkata, “orang kaya itu bukanlah karena banyak harta bendanya, tetapi yang namanya kaya adalah kaya hati.” Hati yang merasa cukup dengan apa yang dimiliki, tidak tamak, nrima ing pandhum, adalah hati yang kaya, kaya akan segala hal.