article
Suatu ketika, yesus menghadiri perjamuan di rumah seorang Farisi. Dilihat-Nya para hadirin bernafsu sekali menduduki tempat-tempat kehormatan, yang ada di dekat tuan rumah. Kebiasaan buruk tersebut dikritik Yesus.
Rasanya tidak ada jadwal seaneh jadwal kedatangan kereta api. Apa yang tertulis di papan selalu berbeda dengan kenyataan. Kereta selalu saja datang terlambat! Tak heran, di semua stasiun di Indonesia, penumpukan penumpang adalah pemandangan rutin sehari-hari. Orang-orang itu berkerumun, menanti dengan gelisah, sedikit-sedikit menengok ke kanan dan ke kiri.
Dalam Kitab suci, kita sering menjumpai kisah-kisah yang memukau, seperti Musa yang membelah laut Merah, atau Daniel yang diselamatkan dari gua singa. Membacanya memunculkan harapan, sudilah kiranya Tuhan melakukan hal yang sama terhadap kita, ketika kita ditimpa masalah atau kesulitan. Saat rumah kita kebanjiran, misalnya. Kita berdoa, “Ya Tuhan, dengan kuasa-Mu, buatlah banjir ini surut dalam sekejap!” Kecewa, air ternyata baru pergi dua minggu kemudian.
Mukjizat biasanya membuat orang terpesona. Tetapi kepala rumah ibadat dalam cerita injil rupanya tidak tertarik dengan keajaiban yang dibuat Yesus. Ia tidak tertarik dengan kesembuhan seorang perempuan yang sudah menderita belasan tahun lamanya. Yang membuatnya tertarik Cuma satu: Mukjizat itu melanggar peraturan, karena dilakukan pada hari sabat.
Ajaib, Zakharia mendadak bisu saat menunaikan tugas di bait Allah. Ajaib, istrinya yang mandul akhirnya bisa mengandung dan melahirkan dengan selamat. Ajaib, kebisuan Zakharia mendadak lenyap setelah ia member nama anaknya Yohanes. Kehadiran Yohanes rupanya disertai banyak keajaiban, tanda bahwa dia bukan manusia biasa. Tak heran masyarakat bertanya-tanya, “menjadi apakan anak ini nanti?”