article
Di sebuah kampung terpencil terjadi tragedy berdarah. Sebuah perusahaan besar ingin mengambil kekayaan yang terkandung di dalam tanah kampong itu. Penduduk kampung melakukan protes keras. Mereka tidak ingin jika tanah leluhur mereka dikuras oleh orang luar tanpa sedikit pun bisa ikut menikmatinya. Di tengah protes itulah sekelompok orang bersenjata datang. Mereka dibayar oleh pemilik perusahaan itu. Korban pun berjatuhan.
Di sebuah dusun kecil ada seorang anak. Ia datang ke sebuah tempay ibadat. Dilhatnya sepasang alas kaki. Ia pun mengambilnya. Tanpa diketahuinya, si empunya alas kaki adalah seorang jagoan kampong. Anak itu pun ditangkap, diadili, dijatuhi hukuman berat. Ia tidak berdaya membela diri. Syukurlah, para jagoan dari dusun sekitar datang. Anak itu pun diselamatkan dari hukuman yang terlalu keji itu.
Dalam sebuah wawancara di sebuah radio yang bertema Pilkada serenta tahun 2015, dikatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang “jujur, mampu dan berani”. Gabungan dari ketiganya harus selalu ada dan beriringan, meskipun keadaan tertentu membuat satu dari antara tiga hal itu lebih dominan. Kalau hanya baik dan pintar, tetapi tidak berani, pemimpin itu tidak berguna. Jika hanya berani, tetapi tidak pintar dan tidak baik, sama saja.
Seorang raja akan lewat. Mobil pengawal melaju kencang. Karena begitu kencangnya, mobil pengawal menabrak kendaraan mogok. Cerita serupa pernah terjadi. Mobil-mobil yang sedang melaju dihentikan mendadak. Tidak semua bisa berhenti. Nyawa pun melayang. Hasil penyelidikannya? Tindakan para pengawal itu tidak salah! Sungguhkah kekuasaan dipakai untuk mengemis pengakuan identitas?
Pembangunan tempat ibadah sering dihentikan. Keputusan benar yang telah dibuat oleh penguasa setempat ternyata bisa diubah. Setelah jelas dinyatakan bahwa perubahan itu salah, tetap saja tekanan banyak orang yang menang. Tragisnya lagi, tindakan yang nyata-nyata jahat itu dibiarkan begitu saja. Menghindar dari keharusan untuk membuat keputusan tegas melawan kejahatan tidaklah berbeda dari membenarkan kejahatan.