article
Kelahiran adalah kepastian yang sudah berlalu. Kematian adalah kepastian yang akan datang. Di antara kedua kepastian ini adalah kehidupan kita.
Kita dapat menemukan jati diri di mana saja, di tengah kegaduhan dan kebisingan pasar maupun di tengah hutan. Pertahankan posisi di mana pun kita berada saat ini. Pertahankan status, apa pun dan siapa pun diri kita di mata dunia saat ini. Tidak perlu mengubah agama. Tidak perlu mengikuti kepercayaan orang. Untuk meniti jalan ke dalam diri, untuk menggali dan menemukan jati diri, kita bisa berada di mana pun, dan dalam keadaan apa pun.
Bila semuanya seragam, pikiran, hati, dan tingkat kesadaran kita sama, tidak ada lagi pemimpin agama dan umat. Para agamawan yang tidak memahami hal ini dan menolak keberagaman, mesti sadar bahwa mereka masih menjadi tokoh agama karena adanya perbedaan. Tanpa perbedaan, mereka akan kehilangan jabatan itu. Semua menjadi tokoh, atau semua menjadi umat.
Bagaikan seekor kodok, manusia hidup di dalam sumur dan menganggap sumur itu dunia. Ia tidak dapat disalahkan, karena ia tidak pernah berada di luar sumur. Kemudian, suatu ketika, entah bagaimana ia bisa keluar dari sumur itu dan tiba-tiba menemukan dirinya di dalam kolam yang lebih luas. Dari kolam itu, ia pun dapat melihat langit di atas, “Ah, aku berada di alam yang berbeda.... inilah surga!”
Di Suatu kota yang bernama Listra, Paulus dan Barnabas suskses menyembuhkan seorang lumpuh. Orang banyak ingin menobatkan mereka sebagai Dewa. Ada tawaran sungguh menggiurkan. Namun demikian, posisi dan keluhuran itu tidak membuat kedua tokoh itu tergoda untuk menyalahgunakan hak mereka. Mereka punya keyakinan seperti pemazmur: “Bukan kepada kami, ya Tuhan, tepai kepada nama-Mulah beri kemuliaan”.