Article Detail

Yuk...Tetap Semangat Menumbuhkan Budaya Literasi.

Kegiatan membaca adalah bagian yang begitu esensial dalam hidup kita untuk memberikan wawasan atau cakrawala pandang yang komprehensif dan objektif dalam keterlibatan berdiskusi ataupun memberikan penilaian terhadap pandangan orang lain. Kebiasaan membaca akan memberikan suatu hubungan dekat antara apa yang kita baca dan apa yang kita pikir. Bahkan filsuf-filsuf dari zamannya Sokrates ke John Dewey telah mengatakan, “Knowing how to read is of vital significance to modern man, its necessary for us to inquire into our present reading habits”

Membaca merupakan kesempatan pendahuluan ke jenjang pengetahuan. Dalam keseluruhan sejarah manusia, cerita tentang karya cipta, kreativitas, perebutan dan penaklukan apa yang ingin dicapai, ide-ide (buah pikiran), aspirasi dan harapan masa mendatang dituangkan ke dalam bentuk buku. Untuk meng-advance-kan dalam pengetahuan, maka harus terus menerus ada kemauan untuk membaca. Bacaan adalah langkah pertama ke bidang studi atau bidang pekerjaan yang akan kita geluti. Kalau kita lihat dalam kenyataan hidup akademik di perguruan tinggi, kegiatan pembelajaran di sekolah maupun dalam pekerjaan sebagai pegawai di instansi pemerintahan maupun swasta, sebagian besar dari materi belajar dan pekerjaan itu adalah bacaan. Mau tidak mau kita harus membacanya. Bacaan mempunyai suatu pengaruh yang besar dalam pertumbuhan kepribadian. Bacaan juga mempunyai nilai-nilai yang special “therapeutic”. (penyembuhan) yang dapat mencerminkan sesuatu yang hidup di dalam diri kita. Jadi tidaklah mengherankan kalau orang yang banyak membaca mempunyai hal yang lebih dalam suatu pencapaian dan mempunyai perspektif hidup yang lebih luas dan mudah mengadakan ‘adjustment’ kesituasi yang berbeda.

Suatu realita yang biasa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari baik dalam masyarakat ataupun sekolah, yang menunjukkan merosotnya “mental membaca”.  Anak-anak di SMP, SMA, Mahasiswa atau bahkan para guru dan pegawai di Instansi pemerintah maupun swasta, berapa gelintir anak/ orang yang sungguh-sungguh menggunakan waktunya untuk membaca, apapun bentuk bacaannya. Saya sering bertanya kepada anak SMP ataupun SMA, kenapa tidak belajar? Jawabannya begitu singkat, sudah bosan belajar, bosan membaca, sudah banyak orang pintar atau mereka katakan bahwa otaknya sudah “tumpul” nggak tajam lagi. Tentu saja kalau kita perhatikan jawabannya mengandung nilai negatif yang mengarah ke fatalisme. Mereka tidak suka membaca tetapi kesukaannya beralih ke bentuk lainnya, misalnya nonton televisi, bermain game dengan telepon seluler, SMS-an, facebook-an berjam-jam, ngeceng ataupun kumpul-kumpul yang tak ada tujuannya. Tentu saja kesukaan dan kebiasaan tersebut menjadi tidak relevan lagi dalam proses belajar atau kegiatan membaca anak.

Bagaimana Terampil Membaca.

Francis Bacon sarjana abad ke-16 merentangkan cakrawala ke depan tentang kebutuhan untuk fleksibilitas dan versalitas dalam bacaan dan menyatakan “Some books are to be tasted, some to be chewed and to be digested.” (Sebagian buku memang untuk dinikmati, sebagian perlu dikunyah dan sebagian lagi perlu dicernakan). Pembaca yang efisien adalah yang mengetahui bagaimana menyesuaikan dirinya dan memvariasikan. Teknik-teknik yang didasarkan atas tujuan yang mau dicapai dalam membaca. Kita tahu teknik yang benar adalah penting untuk membaca bahan-bahan yang berbeda. Kita adalah juga pemikir yang bebas, dapat merasakan apa yang kita inginkan dari bahan bacaan dan tujuan utama kita dari membaca. Dengan begitu kita akan mempunyai pengetahuan yang komprehensif dari ‘subject matters’ yang kita inginkan. Jadi janganlah mulai membaca jika kita tidak tahu tujuan utama dari membaca, pada saat itu sia-sia. Waktu terbuang percuma.

Hal yang terpenting dalam menangkap isi bacaan adalah sejauh mana kita dapat menarik “ide utama” atau pesan yang disampaikan oleh penulis lewat bacaan yang kita baca. Mengobservasi dan mengingat pokok-pokok yang penting dan menghubungkan dengan apa yang pernah kita baca dan ketahui adalah merupakan “specific skill” (keterampilan khas) yang selalu harus dikembangkan lewat praktis. Dan jika tidak menerapkan apa yang kita baca dengan latar belakang pengetahuan yang sekarang kita miliki, hanyalah “vacuum” yang kita lakukan.

Kecepatan Membaca

Menurut Dr. Aurora H. Roldan yang telah memprakarsai tentang pentingnya pendidikan membaca di Filipina mengatakan jika kecepatan membaca Anda di bawah 200 kata permenit, maka jangan terkejut jika Anda digolongkan ke dalam kelompok pembaca yang lamban (slow reader). Ada beberapa hal yang menjadikan sebab dari “lamban baca” yaitu antara lain:

1)      Kebiasaan membaca ‘kata perkata’, dengan memahami setiap kata dan mencoba lebih yakin akan  isi bacaan.

2)      Kebiasaan membaca perbaris dan mengingat-ingat apa yang telah dibaca, sementara membaca berlangsung, maka pikiran kita akan terbagi ke dalam dua macam konsentrasi yaitu konsentrasi membaca dan konsentrasi mengingat-ingat apa yang dikatakan dalam kalimat di atas. Dilihat dari segi waktu kecepatan akan menjadi sangat rendah dan justru akan memerosotkan dan menjadikan lupa beberapa hal penting di depan. Akibatnya akan menjadikan frustasi karena apa yang telah dibaca menjadi lupa semuanya. Maka tak mengherankan kalau banyak anak atau bahkan pegawai di instansi pemerintah atau swasta mengeluh dari bahan bacaan yang telah di baca tak satupun yang “nyanthol” atau tinggal di otak.

3)      Membaca dengan gerakan bibir, hal ini akan juga menjadikan salah satu sebab mengapa kita begitu lamban dalam membaca. Hal ini merupakan kebiasaan yang tak kita sadari. Kemudian timbul pertanyaan. “Apa salahnya membaca dengan gerakan bibir?” Maka jawabannya adalah kesibukan gerakan bibir kita membatasi kecepatan membaca ke kecepatan bicara. Mata kita dapat mencakup jauh lebih banyak dari pada bibir kita yang komat-kamit. Jadi jauh lebih efektif dan efisien membaca dengan kecepatan mata merangkum dan otak menyerap bahan bacaan tanpa membuat bibir kita sibuk bergerak atau komat-kamit.

4)      Regresi, yaitu kecenderungan untuk kembali ke kalimat di atas yang sudah kita baca. Hal ini disebabkan karena ragu-ragu atas pokok pikiran penting yang kita petik, ataupun karena kita mencoba untuk menghapal kata-katanya secara lengkap. Alasan lainnya karena kita banyak menjumpai kata-kata yang begitu asing dalam telinga kita. Kalau kita tidak tahu artinya dan setiap kali kita harus buka-buka kamus, tentu saja cara ini tidak benar, walau masih banyak orang menggunakan sistem ini. Khususnya bacaan yang berbahasa Inggris. Tidak perlu setiap kali kita menjumpai kata-kata yang begitu asing di telinga kita lalu harus buka kamus. Cukuplah ditebak berdasarkan konteksnya. Sebab dalam artikel-artikel ilmiah yang berbahasa Inggris atau kesusastraan kuno seperti di China dan Jepang yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris-pun masih sering kali banyak tidak ditemukan dalam kamus. Artinya dapat kita pahami berdasarkan konteksnya.

5)      Rendahnya konsentrasi, banyak pembaca yang mengeluh alasan rendahnya daya serap komprehensif karena rendahnya konsentrasi atau perhatian yang diperuntukkan dalam membaca. Hal ini banyak faktor yang menyebabkan rendahnya konsentrasi. Ini mungkin karena defisiensi mental alamiah (IQ rendah), gangguan-gangguan emosional (ada personal problem). Lingkungan fisik (kebisingan, TV, Radio dan lain-lain). Tentu saja bukan hal yang mudah untuk menghilangkan sebab-sebab tersebut. Kalau hanya lingkungan fisik saja kiranya mudah untuk dihilangkan. Tetapi kalau sudah menyangkut pada “mental blocks” atau gangguan emosional lainnya cukup butuh waktu untuk memulihkan seperti sediakala. Tetapi lewat praktik membaca terus menerus dengan sistem teknik yang sama akan membantu menjadikan lebih baik.

Bagaimana dengan daya tangkap dan pemahaman kita? Komprehensi adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengasimilasikan abstraksi dari suatu bacaan. Apakah setelah selesai membaca dengan kecepatan kurang lebih 300 kata permenit dapat menceritakan kembali isi dari bacaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan benar. Nah, disinilah dapat diketahui hasilnya yang sebenarnya. Sebab bisa saja kita membaca dengan kecepatan di atas 450 kata permenit tetapi komprehensinya rendah. Tidak seimbang antara kecepatan dan komprehensinya. Adapun untuk mengetahui kecepatan membaca dan efisiensi adalah: Jumlah kata dalam bacaan dibagi waktu dalam detik sama dengan kecepatan membaca permenit. Sedangkan untuk efisiensi adalah kecepatan membaca permenit dikalikan persentase hasil jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersedia. Silakan mengukur kecepatan dan komprehensi anda dengan cara tersebut di atas!

Hal ini yang dibutuhkan hanyalah kebiasaan untuk selalu praktis dalam membaca yang baik dan benar, apapun bentuk bacaannya. Kalau kita baru dapat sadar sewaktu sudah tua, maka hanyalah sesal yang tak berguna. Kapan lagi kalau bukan sekarang waktunya untuk memulai. Masa depan yang cerah bukanlah dibangun dari hal-hal yang begitu istimewa melainkan dari hal-hal yang kecil dan kedisiplinan diri dalam hidup sehari-hari. Begitu pula dengan masalah membaca, marilah kita bangun masa depan kita mulai dengan hal-hal yang kecil tapi  penuh kedisiplinan yakni dengan menumbuhkan kebiasaan membaca di kalangan siswa dan masyarakat. Semoga.

 

Paulus Budi Winarto

Guru SMP Pendowo Ngablak

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment