Article Detail

Yuk...Tetap Semangat Membumikan Pendidikan Karakter di Sekolah

Dunia pendidikan jika dikait-kaitkan tidak bisa mengelak dari persoalan besar bangsa ini. Meski demikian dunia pendidikan tidak bisa dibebani sebagai satu-satunya pemadam kebakaran untuk mengentaskan masalah yang oleh banyak kalangan dituding telah menyebabkan kerusakan hebat, karena salah urus dan menjadikan Negara ini bangkrut.

Peran strategis dunia pendidikan memang sangat diharapkan bisa membuka celah untuk menyelesaikan persoalan bangsa yang sangat serius ini. Persoalannya menjadi semakin rumit ketika dunia pendidikan justru berada dipersimpangan, terombang-ambing karena didekte pasar.

Orang sulit menampik sektor pendidikan dinamikanya tidak jauh berbeda dengan dinamika pasar, khususnya di pasar jasa. “Jadi pendidikan bisa dimasukkan pada sektor jasa karena produk yang dihasilkan konsentrasinya pada jasa layanan,” tandasnya.

Itu tidak salah, tetapi bukan berarti secara utuh penyelenggaraan pendidikan bisa mengadopsi isi perut pasar dalam arti yang sesungguhnya. Pasar jasa kiblatnya adalah memberikan kepuasan kepada para pelanggannya. Jika tidak puas, tidak sesuai dengan yang diharapkan, pelanggan bisa komplain atau meminta uang kembali.

Sementara jasa pendidikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yakni kedewasaan peserta didik kadang-kadang harus melalui jalan berliku yang menyusahkan peserta didik. Proses mencapai kedewasaan dalam banyak hal, harus dilalui dengan bersakit-sakit dahulu-tekun belajar, belajar disiplin, melatih fisik, dan sebagainya. Itu yang membedakan dengan pasar dalam arti yang sesungguhnya.

 

Standarisasi Kebijakan Pendidikan

Model standarisasi kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang pendidikan  mungkin salah satu bentuk dari upaya mengadopsi dunia bisnis khususnya bidang jasa. Melalui standarisasi dunia pendidikan ingin menunjukkan kepada dunia luar bahwa dunia pendidikan telah melakukan sesuatu yang bisa diukur, diamati, dan ditunjukkan kepada dunia luar. Tapi harus hati-hati karena standarisasi mudah terjebak pada model penyeragaman. Penyeragaman mudah tercebur pada bahaya formalitas yang kaku. Itu sangat bertentangan dengan hakikat pendidikan yang identik dengan visioner dan requirement.

Praktik-praktik dunia bisnis yang ketat dengan pertimbangan untung rugi, efektif dan efisien, tidak selalu sejalan dicangkoknya dalam dunia pendidikan. Contohnya, pemberlakuan diskon, bonus, atau hadiah bagi pelanggan yang mampu memenuhi kriteria yang distandarisasikan, seperti pelanggan yang memenuhi kewajiban pembayaran tepat waktu, dan sebagainya sering menjadi tidak relevan dalam praktik pendidikan.

 

Posisi Pendidikan Karakter

 Begitu derasnya pengaruh pasar,  secara sadar atau tidak sadar telah mengimbas pada penyelenggaraan pendidikan. Contoh pengelompokkan mata kuliah atau mata pelajaran favorit dan tidak favorit berdasarkan akses pekerjaan ke depan. Posisi Pendidikan karakter dalam kenyataannya masuk dalam kategori mata kuliah dan mata pelajaran yang kurang marketable.

Ini diperparah oleh imej masa lampau yang cenderung negatif terhadap pelajaran pendidikan karakter (PMP) karena konflik kepentingan rezim yang memerintah pada waktu itu. Selama tiga dekade pelajaran PMP (character building) telah ditempatkan sebagai mata pelajaran indoktrinasi untuk kepentingan rezim yang berkuasa.

Oleh karena itu, ketika rezim tumbang pelajaran PMP dan segala sesuatu yang beratribut Pancasila ada kecenderungan untuk disingkirkan. Maksudnya baik, tetapi karena terjadi penyimpangan dalam aplikasinya akibat konflik kepentingan maka imejnya menjadi jeblok dan ternoda.

 

Membumikan Pendidikan Karakter

Terlepas dari persoalan di atas, pendidikan karakter selalu relevan untuk diajarkan di sekolah maupun Perguruan Tinggi. Itu juga terjadi di Negara-negara yang sudah maju seperti USA, Jepang, Eropa, dan sebagainya. Di Indonesia menjadi sangat penting karena banyak tantangan yang sedang menimpa bangsa sekarang ini, semakin tergerusnya rasa kebangsaan telah mengancam Negara.

Persoalannya, bagaimana cara membumikan pendidikan karakter tersebut? Apakah perlu dikemas dalam suatu mata pelajaran yang utuh? Model itu yang paling iseal? Meski demikian cara lain juga bisa dilakukan dengan cara langsung mengaplikasikan secara terintegrasi nilai-nilai yang dimaksud pada setiap mata pelajaran yang ada.

Misalnya, guru mata pelajaran Biologi, ketika menjelaskan tentang materi organ tubuh manusia dapat menyelipkan penanaman nilai penghormatan terhadap organ tubuh manusia, penghormatan terhadap teman yang memiliki ras yang berbeda, dan sebagainya. Bahkan ketika melaksanakan praktik di Laboratorium berusaha mengikuti rambu-rambu yang benar dengan menekankan kerjasama tanpa melihat jender atau ras. Etika laboratorium disamping penguasaan materi menjadi sangat penting dalam menanamkan pendidikan karakter pada masing-masing anak.

Kondisinya akan kontra produktif jika yang diaplikasikan justru menambah dan membebani para siswa dengan mata pelajaran pendidikan karakter yang berlebihan, teoritis, dan abstrak.

Pendidikan karakter akan menemui sasaran jika para guru dan dosen mampu memotivasi dan memberikan pengalaman para peserta didik untuk mau bekerja keras, mempunyai budaya malu, hidup hemat, selalu menemukan inovasi, berbudaya pantang menyerah, budaya membaca, mampu bekerja sama, mandiri, tidak kehilangan jati diri dan loyalitas. Oleh sebab itu nilai-nilai keutamaan tersebut perlu dibumikan di lembaga-lembaga pendidikan di Negara ini.  

Paulus Budi Winarto

Guru SMP Pendowo Ngablak

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment