Article Detail

Yuk... Menjadi Guru Di Masyarakat!

Konsep belajar kita masih didominasi oleh “belajar formal” atau belajar dalam lembaga. Konsep ini pula yang dianut oleh para guru; mereka hanya guru di suatu lembaga (baca sekolah, tempat kerja). Di luar sekolah seorang guru sama sekali telah berhenti menjadi guru atau berperan sebagai guru. Seorang guru bertugas sebatas jam mengajar di sekolah. Ada perkecualian bagi guru-guru yang memiliki usaha kecil di bidang bimbingan belajar atau bagi guru-guru seni. Ia mengajar juga di luar jam mengajar di sekolah sejauh itu diminta oleh “client-nya”.

Jarang sekali guru menjadi guru dalam kehidupan yang nyata dan peran itu dijalaninya sepanjang hidup; tidak dibatasi oleh jam kerja di sekolah. Satu contoh: di sebuah desa, tinggalah lima orang guru. Mereka sama sekali tidak berperan sebagai guru di desa itu. Mereka kembali sebagai warga desa biasa dan menutup diri dari segala persoalan desa dan masyarakat, yang sekiranya dapat diatasi dengan ilmu keguruan dan ilmu mendidik. Tugas-tugas yang dilakukan oleh guru di masyarakat amat jauh dengan bidang kerjanya (mengajar dan mendidik).

Mengajar dan mendidik bisa dilakukan di mana saja.Guru-guru kini tidak memahami hal itu. Karena itu, rumah guru tidak lagi dikunjungi oleh warga desa lainnya yang ingin meminta suatu pandangan atau ingin mengetahui suatu sumber informasi.

Di tengah hidup masyarakat, guru bisa berperan secara esensial sebagai guru, sebagai pendidik; pendidik dan guru dalam kehidupan, di luar batas-batas formalitas lembaga. Seorang guru biologi, di tengah lingkungan atau desanya bisa menjadi guru bagi siapa saja; dengan kesadaran bahwa ia harus berperan sebagai guru biologi yang terpanggil untuk menerapkan teori-teori biologi bagi masyarakatnya. Misalnya dengan mengembangkan suatu proyek percontohan tentang pertanian organik. Bisa pula yang lain; mengembangkan manajemen sampah.  Guru biologi tersebut mendidik siapa saja di desanya/di lingkungan sekitarnya (melalui contoh dan hidup nyata) tentang pengelolaan sampah, yaitu dengan memisahkan sampah plastik dengan sampah organik. Guru biologi bisa juga mengembangkan taman-taman kecil di sudut desa, untuk memperindah desa. Di taman-taman kecil ini guru biologi dan sejumlah “murid” belajar bersama: (1) mengenal berbagai jenis tumbuhan, (2) mengenali terbentuknya suatu ekosistem, (3) mengamati pertumbuhan berbagai jenis tanaman, (4) melakukan pelestarian aneka tanaman yang mungkin telah jarang dijumpai di desa tersebut.

Peran lain seorang guru biologi di desa adalah melakukan konservasi skala kecil di tingkat desa bersama warga desa setempat. Misalnya di suatu desa ada hewan langka (trenggiling, landak, burung elang jawa dan sebagainya). Terhadap keadaan ini, guru biologi menjadi pendidik masyarakat sekitarnya agar ikut menjaga hewan-hewan itu, menyayanginya, memberinya ruang hidup, dan memberi rasa aman kepada hewan-hewan tersebut. Teori dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Kegiatan semacam ini memiliki dua dimensi: (1) guru biologi dan masyarakat berperan bersama menjalankan satu model konservasi hewan sesuai dengan kemampuan mereka dan (2) kegiatan ini memiliki dimensi pendidikan yang sangat kuat.

Seorang guru matematika bisa berperan sebagai guru dalam kehidupan nyata dengan cara mendidik masyarakat sekitarnya atau khususnya kepada anak-anak usia sekolah yang menganggap matematika itu sulit/abstrak. Misalnya dengan cara menjadikan matematika itu bagian dari hidup sehari-hari. Anak-anak desa disadarkan bahwa rumah yang mereka tempati adalah sebuah bentuk/bangun geometri. Anak-anak tinggal di suatu “kubus” atau “balok” besar. Luas “balok” atau “kubus” tersebut bisa dicari/dihitung dengan rumus-rumus matematika. Perhitungan itu dilakukan secara nyata: (1) anak mengamati langsung objeknya (rumah atau kamar) mereka, (2) anak-anak meyiapkan segala alat ukur yang diperlukan (meteran, tali), (3) karena objeknya besar (nyata, tinggi, tiga dimensi), anak tidak bisa melakukan sendiri tetapi harus dilakukan dalam kerjasama dengan teman-temannya, (4) kegiatan ini dilakukan di dalam kenyataan atau di dalam realita anak. Dengan demikian mereka belajar matematika dalam kehidupan nyata. Jika peran ini bisa dilakukan oleh guru matematika di desanya atau di lingkungan tempat tinggalnya maka sungguh besar artinya karena ia bisa berperan sebagai guru dan pendidik dalam kehidupan nyata; telah membawa matematika ke luar batas-batas tembok yang formal.

Seorang guru bahasa Indonesia bisa berperan dalam hidup nyata di masyarakatnya. Mereka bisa membangun perpustakaan kecil, mengenalkan koran atau majalah, menyediakan arena bercerita/mendongeng bagi anak-anak di desa tersebut. Guru geografi mengajari anak-anak desa di lingkungan tempat tinggalnya membuat peta desa untuk membangun kesadaran ruang dan memetakan ruang hidup mereka dengan menerapkan “skala”. Guru mata pelajaran apa saja bisa melakukan tugas seperti itu; menjadi guru dalam sekolah kehidupan.

Guru-guru kita dewasa ini hanya berperan sebagai guru di ruang yang sempit (kelas sekolah) dan dalam waktu hidup yang telah direkayasa (jam belajar di sekolah). Sudah waktunya guru menyadari bahwa cara mereka menjalani pekerjaan sebagai guru sungguh terlalu sempit. Seorang guru harus mengenali berbagai persoalan hidup nyata masyarakatnya. Dengan daya kritis dan keluasan wawasannya, guru diharapkan melakukan suatu kalian terhadap persoalan-persoalan di lingkungan terdekatnya, berdasarkan bidang ilmunya (pendidikan), dicarikan solusinya. Jika guru sanggup melakukan hal itu, maka guru benar-benar berperan dalam pembangunan masyarakat setempat.

Guru harus mengubah pandangan yang telah terdegradasi atas kerja atau profesinya, dari hanya menjadi guru/pendidik di dalam kelas yang sempit; ke menjadi guru/pendidik dalam kehidupan nyata (ruang kelas mereka adalah kehidupan tersebut dan para siswa mereka adalahsiapa saja yang menghuni ruang kehidupan itu). Ini adalah suatu tantangan bagi guru kita. Tantangan itu nampak semakin dijauhi oleh seorang guru. Mereka mengasingkan diri dari segala persoalan hidup nyata lingkungannya. Mereka tidak memiliki kepedulian sosial.

Eksistensi seorang guru, sejauh ini, ditentukan oleh daftar administrasi pegawai negara. Jarang sekali seorang guru mendapatkan eksistensinya/pengakuannya melalui karya nyata dalam kehidupan di masyarakatnya.

Sudah waktunya bagi seorang guru untuk melakukan koreksi atas pandangan mereka terhadap profesinya; guru dalam batas sempit (tembok-tembok ruang kelas) dan hanya dalam durasi sepanjang jam pelajaran (sesuai dengan daftar mengajar atau sebagaimana diisyaratkan bahwa guru harus mengajar 24 jam perminggu). Kini guru harus mencoba menjadi guru dalam kehidupan itu sendiri. Inilah satu eksistensi kemanusiaan dan eksistensi profesi yang sesungguhnya. Menjadi guru dalam kehidupan dan berinteraksi dengan ‘murid-murid” abadi adalah pelatihan dan pembelajaran abadi yang sangat tinggi nilainya. Hal ini akan membentuk karakter seorang guru yang sangat besar peranann ya ketika menjalankan profesi sebagai guru di kelas formal. Merosotnya  mutu guru kita ditengarai karena guru mengasingkan diri dalam satu peran yang sempit (sekolah, kelas, jam mengajar). Cara itu menjadikan guru semakin sempit pandangannya. Tidak disadari, karakter guru/pendidik semakin digerus oleh kebiasaan tidak belajar dan tidak melibatkan diri dalam persoalan hidup nyata lingkungnnya.

 

Paulus Budi Winarto
Guru SMP Pendowo Ngablak-Magelang

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment