Article Detail

Ternyata Anak Didik Senang Dipuji...

Mendidik para peserta didik (siswa)merupakan perjuangan panjang bagi para guru. Apalagi kenakalan sangat dekat dengan mereka sehingga guru sering dibuat geregetan. Lalu apa yang dilakukan guru? Biasanya guru tak Cuma diam melihat kenakalan siswa, celaan, makian bahkan pukulan bisa diterima oleh siswa.

                Namun, manakala siswa berbuat manis atau meraih prestasi tertentu, guru sering kali menganggap “sudah sewajarnyalah mereka melakukan itu!”

                Padahal untuk membentuk dan mengembangkan karakter seorang anak kearah yang lebih baik, seperti dikemukakan ahli pendidikan barat, Dr. Charles Schaefer “Akan jauh lebih efektif dengan menggunakan pujian terhadap tingkah laku yang positif dari pada dengan menggunakan kritik atau celaan terhadap tingkah laku yang negatif”.

                                                                                                                                  

Senang Dipuji

                Manusia cenderung akan senang bila dipuji. Apalagi anak-anak. Pujian atau pemberian hadiah akan membuat mereka bangga. Selain itu pujian dapat mengembangkan harga diri yang lebih besar pada mereka. Namun guru perlu memikirkan agar pujian ataupun hadiah yang diberikan itu bisa turut membantu membangun suatu hubungan yang positif antara guru dan siswa.

                Memuji anak-anak (siswa) berarti menghargai kesanggupan dan prestasi mereka. Pujian dapat menjadi tanda bagi anak-anak bahwa guru menilai dan menghargai perbuatan atau usaha mereka. Dengan demikian siswa akan merasa bahwa guru sungguh-sungguh memperhatikan mereka.

                Menurut Schaefer, pujian merupakan umpan balik yang lebih objektif yang mensyahkan dan lebih mengembangkan harga atau nilai dari tindakan-tindakan seorang anak. “Kata-kata pujian sangat perlu untuk menghangatkan seorang anak. Pujian yang bijaksana bagi mereka ibarat sinar matahari untuk bunga”.

                Ahli pendidikan barat lainnya, John Dewey berpendapat, dorongan yang paling kuat dalam diri manusia adalah keinginan untuk dianggap penting. “Pujian akan memberikan pada anak-anak perasaan berharga yang diperlukan, perasaan mampu dan percaya  terhadap diri sendiri.

 

Hal-hal yang Menyenangkan

                Ahli filsafat, Jeremy Bentham mengatakan, sesungguhnya ada dua tenaga pendorong dalam diri manusia yaitu kesenangan dan kesakitan. Manusia cenderung akan mengulang tingkah laku yang membawa kesenangan dan menghindari tingkah laku yang menimbulkan ketidaksenangan.

                Salah satu prinsip yang perlu diterapkan bila ingin mengembangkan suatu jenis perbuatan yang positif dalam diri siswa adalah dengan memberikan hal-hal yang menyenangkan setelah perbuatan yang dikehendaki guru dapat mereka laksanakan.

                Sebagai insan yang masih belia yang belum memiliki banyak pengalaman. Para siswa sungguh membutuhkan penilaian dan penghargaan dari guru. Apalagi siswa cenderung belajar dari apa yang diperbuat dan dikatakan guru.

                Dan apabila siswa mampu melakukan hal-hal yang dikehendaki oleh guru, maka guru perlu memberi pujian. Semakin sering dipuji akan semakin bertumbuh rasa percaya diri mereka.

 

Bukan Sembarang Memuji

                Pepatah Yunani mengatakan, “Banyak orang mengetahui bagaimana menyanjung tetapi hanya sedikit yang tahu bagaimana memuji.” Memuji yang bijaksana memang bukan sembarang memuji. Ahli psikologi ternama, Haim Ginott berpendapat, “Pujian yang langsung disampaikan ibarat sinar matahari yang langsung mengenai mata, menyilaukan dan tidak menyenangkan”.

                Jadi seharusnya kita tidak memuji seorang siswa secara total. Ginott menyarankan para guru agar memuji perbuatan positif anak dengan pernyataan-pernyataan yang deskriptif dari pada dengan pernyataan-pernyataan evaluatif.

                Contohnya, bila guru melihat hasil lukisan yang bagus karya siswanya maka jangan langsung memuji, “Gambarmu indah sekali!” tetapi gunakanlah kata-kata yang lebih halus, seperti “Warna-warna dalam lukisanmu nampak begitu cemerlang!”

                Dengan demikian seorang siswa dapat memahami alasan-alasan yang ada di belakang pujian yang disampaikan guru, sehingga mereka tahu bahwa guru bukan sekedar bermanis-manis mulut menyenangkan mereka.

                Di samping itu untuk menciptakan suasana yang hidup di dalam kelas di mana setiap siswa merasa bangga dan saling menghargai diri masing-masing sesungguhnya dimulai dari sikap guru. Jadi seperti nasihat Schaefer, “Hargailah dan pujilah pekerjaan dan kualitas-kualitas pribadi anda.”

                Hasil penelitian yang dilakukan Schaefer telah membuktikan bahwa sikap bangga, menghargai dan memuji diri sendiri dengan sikap menghargai orang lain memiliki korelasi positif. Orang yang kurang menghargai dirinya biasanya akan kurang menghargai orang lain. Jadi, sikap menghargai diri sendiri perlu ditanamkan guru pada anak-anak (siswa) sejak dini.

 

 

 

Kritik Konstruktif

                Yang perlu diwaspadai guru adalah saat siswa membangkang. Dalam menghadapi situasi yang tak enak inilah guru perlu berhati-hati. Sebab biasanya disaat demikian kritik dan cercaan mudah muncul dari mulut guru.

                Padahal kritik itu bisa jadi tanda bahaya buat anak. Bahkan Schaefer melihatnya sebagai suatu perangkap. “Walaupun kritik dapat menghentikan suatu perbuatan yang tidak baik tetapi dalam jangka lama justru dapat menimbulkan lebih banyak perbuatan yang negatif”.

                Pemikir Will Durant memperingatkan para guru bahwa celaan atau kritik itu dapat mengekang jiwa dan membuat tugas yang tidak sempurna dilaksanakan menjadi suatu kebencian.

                Pengaruh kritik akan sangat berbeda dengan pujian. “Pujian dapat mengembangkan sel-sel tubuh dan semakin memberi tenaga terhadap setiap organ-organ tubuh serta membuat atau menjadikan suatu pekerjaan yang sangat sukar menjadi suatu pengalaman petualangan yang menyenangkan dan menjadi suatu kemenangan,” demikian Durant.

                Kondisi para siswa khususnya yang masih kecil bisa dikatakan belum siap menerima “hujan kritik” cercaan atau makian. Justru hal-hal inilah yang dapat meninggalkan luka batin dalam hidup seorang anak (siswa).

                Jadi guru perlu sungguh-sungguh berusaha agar kata-kata yang disampaikan pada siswa mereka tidak jadi “peluru” yang dapat melumpuhkan kepribadian siswa. Sebab masa anak-anak merupakan masa yang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian seorang manusia.

                Bila guru hendak mengkritik, usahakanlah mengkritik secara konstruktif. Dalam bukunya “Cara Efektif Mendidik dan memdisiplinkan Anak” Schaefer mengatakan kritik yang konstruktif merupakan suatu metode tidak langsung untuk menarik perhatian terhadap kesalahan seorang anak dengan mencari sesuatu yang baik dari tingkah lakunya, kemudian menerangkan apa yang salah dan menyarankan cara atau jalan menuju perbaikan. Jadi, kritiklah siswa secara positif.

                Sebagai contoh kritik yang negatif adalah “Berhentilah bicara kalau mau bekerja dengan baik!”  Kesannya akan berbeda bila dikatakan, “Pekerjaanmu tidak akan selesai bila kau terus berbicara.” Cara mengkritik yang kedua inilah yang  disarankan.

                Semoga dengan uraian ini para guru semakin berani memuji para siswanya. Biarlah mereka berkembang dengan kesadaran bahwa mereka pantas dipuji.

 

Paulus Budi Winarto

Guru SMP Pendowo Ngablak-Magelang

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment