Article Detail
Sekolah Cerdas, Membentengi Pengaruh Negatif Globalisasi
Sekolah cerdas “intelligent School” adalah model sekolah yang oleh banyak kalangan diyakini mampu tampil sebagai “penyelamat” dari terkaman wajah buruk glabalisasi. Itu juga bisa menjadi bentuk pembuktian bahwa institusi sekolah telah membebaskan diri dari cercaan bahwa institusi ini tidak lebih parasit bagi masyarakatnya.
Sekolah cerdas digadang-gadang akan mampu menciptakan kesadaran komunitas yang di dalamnya hak-hak, tanggung jawab, dan berbagai kebutuhan para pembelajar dikombinasikan dengan Sembilan “core value” yang melekat pada kecerdasan manusia. Sekolah cerdas merupakan adaptasi dari pendapat Gardner (1983-1999) tentang teori Multiple Intellegence disandingkan dengan pemikiran tentang kodrat organisasi sekolah sebagai sebuah sistem yang hidup.
Hakikat kecerdasan
Kecerdasan sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah kemampuan yang sangat umum melibatkan kemampuan untuk berpikir, merencanakan, memecahkan berbagai masalah, berpikir abstrak, menghimpun gagasan-gagasan yang rumit, belajar dengan cepat, dan belajar dari pengalaman hidup. Sangat salah kalau kecerdasan disamakan dengan apa yang ada pada teks book atau lebih luas dari itu yakni sebuah keterampilan akademik yang sangat sempit.
Kecerdasan harus dimaknai kemampuan berefleksi yang lebih luas dan mendalam, serta menghimpun segala sesuatu yang ditemui di lingkungan sekitarnya. Subjek menangkap dan mencerna sendiri dalam alam pikirannya sehingga tindakan yang dipilih menjadi masuk akal atau setidaknya mampu merencanakan apa yang perlu dilakukan.
Dalam konteks intelligent school, kecerdasan yang dimaksud menyangkut kapasitas kolektif yang dapat diraih dan dikembangkan oleh para pimpinan sekolah guna memaksimalkan keefektifan organisasi. Kapasitas-kapasitas kolektif ini melibatkan penggunaan kebijaksanaan, pandangan, intuisi dan pengalaman, serta pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya.
Kecerdasan bisa diibaratkan trio- bahan bakar, air, dan oli, pada sebuah kendaraan mobil. Ketiga zat itu memang berbeda, dan mempunyai fungsi yang berbeda-beda pula. Karena berbeda fungsinya, keberadaan masing-masing harus disinergikan menjadi bangunan kerja sama yang apik untuk menghasilkan energi yang hebat.
Ciri-ciri Sekolah Cerdas (Intellegent school)
Lalu apa yang membedakan sekolah cerdas dengan sekolah yang belum mempunyai kapasitas itu? Ciri-ciri sekolah cerdas dengan sendirinya akan mampu membantu memperkuat kapasitas sebuah sekolah dalam menegakkan standar-standar dan memperkuat kemajuan, dan prestasi seluruh peserta didiknya. Meski demikian harus diingat bahwa pengetahuan ini belum cukup dalam dirinya sendiri.
Yang terpenting adalah apa yang telah dilakukan sekolah dengan pengetahuannya itu untuk memperbaiki keefektifannya sendiri? Tanda-tanda bahwa sebuah sebuah institusi sekolah berhak menyandang predikat sekolah cerdas jika mempunyai kemampuan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk memaksimalkan efek di kelas-kelas dan di sekolah sebagai sebuah organisasi keseluruhan.
Pakar pendidikan Michael Mc Master (1995) wanti-wanti untuk mewujudkan sekolah cerdas bukan perkara mudah. Permasalahannya banyak bersumber dari manusianya sendiri yang bertugas menciptakan dan memelihara institusi sekolah karena telah melekat dosa asal sebagai satu spesies yang pada umumnya masih terbelenggu oleh pola pikir yang mekanistik, reduksionis, dan irasional.
Idealnya sekolah cerdas dibangun dengan mengindahkan keterhubungan yang apik dan sinergi antara bagian pengajaran dengan staf-staf lain dalam sebuah sekolah. Masing-masing komponen mempunyai peran berbeda untuk dimainkan, tetapi dalam memaksimalkan keefektifannya masing-masing harus saling mendukung dan tergantung satu sama lain.
Barbara Mac Gilchrist, Kate Myers dan Jane Reed, 2004 menyebutkan ada 9 kecerdasan sekolah, yaitu: Kecerdasan etika (EthQ), spiritual (SQ), kontekstual (CQ), operasional (OQ), emosi (EQ), kolegial (CoQ), reflektif (RQ), sistemik (SyQ) dan pedagogis (PQ). Secara garis besar dari 9 kecerdasan itu akan mengarahkan para pengelolanya saat membangun visi dan aksi sebuah institusi pendidikan.
Tidak salah kalau dikatakan kecerdasan etika (EthQ) dan spiritual (SQ) ini dalam implementasinya akan melahirkan VISI institusi. Enam kecerdasan berikutnya akan membantu sekolah menarik benang merah antara visi dan aksi. Keenam kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan kontekstual (CQ), operasional (OQ), emosi (EQ), kolegial (CoQ), reflektif (RQ), pedagogis (PQ).
Perlu digaris bawahi keberadaan kecerdasan sistemik (SyQ) karena perannya yang central untuk mensinergikan visi dan aksi bekerja bersama-sama. Kolaborasi yang harmonis kecerdasan etika (EthQ) dan kecerdasan spiritual/rohani (SQ) akan menghidupkan roh sekolah yakni visi sekolah yang cerdas.
Visi ini memperhatikan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan tentang persekolahan yang ada di abad 21. Sama pentingnya kecerdasan kontekstual (CQ), kecerdasan operasional (OQ), kecerdasan emosi (EQ), kecerdasan kolegial (CoQ), kecerdasan reflektif (RQ) dan kecerdasan pedagogis (PQ) yang bersinergi bersama-sama akan mampu mewakili tindakan-tindakan yang diambil sekolah yang cerdas guna meletakkan visi ke dalam praktiknya sehari-sehari. Dalam sekolah cerdas peran seorang pemimpin sangat menentukan karena dituntut mampu meramu sebuah komunitas manusia dengan memadukan EthQ, SQ, EQ dan CoQ. Dalam waktu bersamaan seorang pemimpin juga harus mampu mengimplementasikan seluruh kecerdasan-kecerdasan tersebut dalam proses pembelajaran dan kinerja sekolah sebagai satu keutuhan dan keseluruhan. Disadari upaya membangun komunitas yang demikian tidak mungkin berharap pada tuah “bim salabim abrakadabra” , kerja instan sebuah mantera, tetapi lebih merupakan buah proses sinergi dan kerja keras komunitas, belajar dari pengalaman yang menjadi jantungnya. Bila proses sinergi dan kerja komunitas dapat berjalan dengan baik, maka sekolah cerdas akan terwujud dan tentu akan mampu membentengi pengaruh negatif globalisasi.
Paulus Budi Winarto
Guru SMP Pendowo Ngablak-Magelang
-
there are no comments yet