Article Detail

Pengelolaan Emosi Guru Perlu Mendapat Perhatian

Dunia pendidikan bukan hanya sebatas pergantian kurikulum dan naiknya batas kelulusan dari tahun ke tahun, tetapi tindak kekerasan pun berlangsung dalam ranah pendidikan. Konsentrasi pihak sekolah bukan hanya sebatas penyesuaian kurikulum dan pencapaian batas kelulusan tetapi pengelolaan emosi guru perlu mendapat perhatian.

Akhir-akhir ini, di banyak tempat sering terjadi tindak kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa. Analisis seperti apa yang dapat untuk mengurai kejadian tersebut dan langkah bagaimana dari pihak sekolah agar tindak kekerasan tidak terjadi di kemudian hari?

Fakta guru melakukan kekerasan fisik kepada siswa. Siswa lapor kepada orang tua. Masalah muncul saat orang tua lapor kepada pihak yang berwajib (polisi), kemudian diekspos media cetak dan elekrtronik. Terbentuklah opini masyarakat, guru jahat, sekolah “keras”.

 

Guru di dalam kelas

Guru dalam kelas berhadapan dengan beragam siswa. Sifat, perilaku siswa bermacam-macam, ada yang mau mengikuti petunjuk guru tetapi tidak sedikit yang membangkang bahkan melawan guru. Bentuk perlawanan siswa kepada guru adalah tidak mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru mata pelajaran.

Jika dalam kelas ada lima siswa yang melawan guru dengan tidak mengerjakan pekerjaan rumah maka guru dapat memberikan catatan sikap siswa. Dan, itu tidak cukup terjadi satu kali namun berkali-kali. Masih ditambah lagi tidak memperhatikan, ramai sendiri, juga mengganggu teman. Kondisi tersebut tentu membuat guru berpikir seribu kali untuk menangani siswa bermasalah tersebut.

Kalau guru mengajar di lima kelas dan setiap kelas (katakan) ada lima siswa bermasalah, maka dalam satu hari guru perlu menyikapi dua puluh lima siswa bermasalah. Itu dalam satu hari, bagaimana kalau dalam satu minggu, terlebih dihitung dalam satu tahun pelajaran, sampai sejauh mana batas kesabaran guru menyikapi siswa bermasalah.

Tentu pernyataan tersebut dapat dugugurkan dengan argumentasi, bukankah itu sudah menjadi tugas guru menangani siswa bermasalah? Argumen tersebut sudah menjadi pendapat umum di masyarakat.

 

 

 

 

Faktor Orang tua

Perlu dicermati bahwa guru dalam mendidik bukan menjadi penentu baik buruknya siswa. Perilaku siswa dapat berubah menjadi baik. Guru bukanlah malaikat yang dapat secara cepat mengubah sifat, perilaku siswa.

Sifat, perilaku siswa bermasalah bukanlah barang jadi. Tetapi, perilaku siswa bermasalah ada beberapa faktor penyebab. Perilaku siswa bermasalah dapat dikategorikan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang secara sederhana dikatakan, perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan nilai norma yang berlaku dalam masyarakat (sekolah). Anak yang ramai, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu teman sehingga proses belajar mengajar menjadi terganggu, perilaku ini sudah memenuhi unsur perilaku menyimpang.

Faktor penyebab perilaku menyimpang siswa karena genetis Drs. H. Abu Ahmadi, dalam bukunya Sosiologi Pendidikan (Rineka Cipta, 2004, halaman 27) mengupas tentang masalah pengaruh Faktor Biologis pada Tingkah laku Manusia. Individu sebagai titik tolak ditentukan atau dipengaruhi oleh dua macam faktor yakni faktor intern dan eksteren. Faktor intern diwakili oleh hereditas/genetis atau faktor keturunan. Sikap siswa (anak) bersumber dari orang tua. Anak bermasalah berasal dari orang tua yang bermasalah pula. Faktor ekstern, dalam hal sosialisasi yang tidak sempurna. Teman bermain, teman bergaul dapat menyebabkan siswa melakukan perilaku menyimpang. Ini dikarenakan ikut-ikutan, takut tidak punya teman, di rumah orang tua bertengkar terus menerus. Ini juga menjadi sumber siswa bermasalah.

Hal di atas mau mengatakan bahwa guru dalam kelas menerima siswa dengan perilaku bermasalah baik karena orang tua sendiri, lingkungan keluarga dan masyarakat memang bermasalah. Guru tentu tidak bisa menolak kondisi tersebut. Sebetulnya akar siswa bermasalah dari orang tua, keluarga dan pergaulan.

Dari sini orang tua perlu menyadari bahwa siswa (anak) bermasalah salah satunya faktor keturunan yaitu dari orang tua sendiri. Ini yang perlu disadari oleh para orang tua. Orang tua ingin selalu membela tindakan anaknya, bahkan dihadapan guru dan kepala sekolah. Pembelaan orang tua terhadap anaknya sering berlebihan dengan tidak mau menyadari bagaimana perilaku siswa (anaknya) sehari-hari di sekolah. Orang tua sering merasa bahwa anaknya baik, penurut.

 

Cara Pandang Terhadap Guru perlu dibenahi

Selama ini pembinaan emosi guru dipandang sebagai hal yang tidak perlu, sia-sia, tidak ada hasil bahkan membuang-nuang waktu, dan keuangan. Guru tugasnya mengajar di kelas, sehingga kegiatan-kegiatan guru yang tidak ada hubungannya dengan akademik tidak perlu diadakan. Karena mengganggu jam pelajaran, tidak ada manfaatnya.

Perlu disadari bahwa ujung tombak pendidikan di sekolah adalah guru, selain sistem sosial sekolah. Tetapi yang langsung mendidik tidak lain adalah guru. Guru juga secara tidak langsung berfungsi sebagai iklan bagi masyarakat. Tindakan, sifat, pola pikir guru akan dinilai oleh siswa dan disampaikan kepada orang tua. Lalu orang tua menilai baik buruknya sekolah. Kalau tindakan, sifat dan pola pikir guru baik maka jumlah siswa meningkat. Sebaliknya, jika tindakan, sifat dan pola pikir guru kurang baik maka bisa mempengaruhi image masyarakat terhadap sekolah tersebut.

 

Pihak Sekolah

Pembinaan guru dalam bentuk melatih pengendalian emosi saat menghadapi anak bermasalah sangat diperlukan. Pihak sekolah selama ini berasumsi bahwa guru secara otomatis dapat mengendalikan emosinya sehingga pelatihan pengendalian emosi kurang mendapat perhatian. Yang lebih diperhatikan bagaimana guru mengajar di kelas, nilai siswa baik. Tetapi bagaimana guru terlatih mengendalikan emosi dalam kelas?

Pembinaan berikutnya adalah penanganan siswa bermasalah yang humanistis. Guru memiliki keterbatasan ketika menangani siswa bermasalah. Dengan mudah dikatakan diserahkan saja ke Guru Bimbingan dan konseling. Saya pikir itu langkah kedua, tetapi guru sangat perlu memiliki penanganan secar cepat bagi siswa bermasalah saat dalam kelas. Bukankah guru merupakan komponen yang paling dekat dengan siswa, yang lebih tahu sifat, sikap dan perilaku siswa dalam kelas?

Pembinaan selanjutnya, pelatihan aktualisasi diri guru. Pihak sekolah perlu memahami potensi, bakat, talenta guru. Setelah mengetahui potensi guru pihak sekolah perlu mewadahi potensi-potensi tersebut. Karena dengan pihak sekolah mewadahi potensi guru maka aktualisasi dapat disalurkan dengan baik. Pihak sekolah diuntungkan potensi-potensi yang berdampak positif bagi situasi sekolah dan guru pun merasa aktualisasi dirinya terwadahi oleh pihak sekolah.

Dengan pembinaan- pembinaan guru diharapkan emosi, sikap dan perilaku guru terhadap siswa menjadi lebih terkendali dengan mampu mengelola emosi. Untuk itu dalam satu tahun pelajaran mendesak dikondisikan pembinaan emosi bagi guru-guru, mengingat permasalahan berinteraksi dengan siswa yang dihadapi guru dalam kelas tidak semakin ringan. Semoga.

 

  Paulus Budi Winarto                                                                                                                Guru SMP Pendowo Ngablak

  

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment