Article Detail

Merayakan Natal Itu Bersolider dan Berbagi

Saat ini di mana-mana, di instansi pemerintah maupun swasta, dari tingkat pusat, provisi, sampai kabupaten/Kota mengadakan perayaan natal bersama. Mengapa semua instansi mengadakan perayaan natal bersama? Natal merupakan kegembiraan, sukacita karena Allah yang mahakuasa telah menjelma menjadi manusia dan diam di antara kita. Allah telah melawat umatnya dalam diri Yesus, Penyelamat kita (Yoh 1: 14).
Dengan cara ini (inkarnasi), Allah telah mengangkat kita dari martabat manusiawi kepada martabat ilahi. Cara yang dipilih Allah untuk karya besar itu adalah dengan penampakan dan perendahan diri. Tidak tanggung-tanggung Allah Allah yang maha kuasa menjadi manusia dalam diri Yesus. Inkarnasi Yesus itu dilaksanakan dalam kemiskinan, pelayanan, dan penyerahan hidup sendiri secara total. Suatu bentuk solidaritas Allah terhadap manusia.

Merenungkan natal berarti merenungkan inkarnasi Allah, penampakan Allah kepada manusia dan diam di antara kita. Merenungkan natal berarti merenungkan kerelaan Allah yang sudi turun dari surga tinggi ke dunia. Merenungkan natal berarti merenungkan solidaritas Allah.
Karya besar ini sudah sepantasnya membuat kita terpesona dan berdecak kagum; allah yang besar menjadi salah seorang seperti kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa; Allah telah merendahkan diri; Allah telah bersolider terhadap terhadap kita. Maka, bukan suatu yang berlebihan bila inkarnasi Allah, solidaritas Allah itu kita rayakan dengan penuh gembira dan sukacita.

Namun saat ini rasanya kita telah kehilangan makna natal yang sesungguhnya. Tak dapat dipungkiri bahwa perayaan natal kita telah jatuh pada suasana kemewahan perayaan natal. Bahkan natal menjadi suatu komersialisasi (sesuatu yang diperdagangkan). Mengapa? Kita menyaksikan bahwa di gereja-gereja dan di gedung-gedung pertemuan yang digunakan untuk perayaan natal, begitu marak dengan hiasan dan kemewahan. Kue natal dan daging yang lezat sepertinya menjadi suatu kewajiban. Hal itu menimbulkan kekhawatiran; Jangan-jangan suasanan yang meriah itu membuat kita lupa akan makna natal yang sesungguhnya. Bukankah perayaan natal adalah perayaan inkarnasi Allah, perayaan solidaritas Allah terhadap manusia.

Lalu bagaimana yang sebenarnya?
Pertama-tama hendaknya kita kembali merenungkan, apakah dalam merayakan natal kita telah melanjutkan karya solidaritas Allah?
Gereja mengajak kita bahwa iman tidak hanya terbatas pada altar dan perayaan, tetapi juga pada karya. Maka muncul pertanyaan: Apakah yang telah kita lakukan? Apakah kita sudah bersolider dengan saudara-saudara kita yang miskin, lemah dan tersingkir? Apakah kita telah peduli dan berbagi kepada tetangga-tetangga kita yang miskin dan menderita? Ataukah kita hanya diam saja, tanpa ada rasa solider sedikitpun karena asyik dengan pesta natal kita yang meriah.
Bagaimana kita dapat dengan gembita merayakan natal jika tetangga kita sedang berduka? Bagaimana kita dapat menyanyikan: "Hai mari berhimpun dan bersukacita...." Jika tetangga kita sedang menangis meratapi anaknya yang tidak dapat makan? Maka semarak natal kita akan lebih meriah jika jika dibarengi dengan sikap solider, dan berbagi kita terhadap sesama. Sehingga kita bersama dapat dengan lantang bernyanyi : " Gloria in exelcis Deo..."
SELAMAT NATAL, SELAMAT BERSOLIDER DAN BERBAGI...

Paulus Budi Winarto
Guru SMP Pendowo, Koordinator Tim Liturgi Gereja ST Petrus dan Paulus Ngablak
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment