Article Detail
MEMBENTUK KARAKTER DENGAN PEMBIASAAN
Dalam relasi manusia dengan manusia lain, seringkali muncul suatu masalah yang diakibatkan oleh karakter seseorang. Entah akibat dari hubungan manusia itu positif atau negatif. Karakter seseorang yang baik akan mendatangkan suatu relasi antar manusia yang baik pula, akan tetapi karakter manusia yang buruk seringkali menimbulkan masalah. Cara membangun kebiasaan bertindak sehari-hari sehingga menjelma menjadi sifat-sifat yang baik dalam diri setiap individu adalah dengan pendidikan.
Tugas pendidikan adalah melakukan proses pembiasaan yang dibutuhkan manusia untuk hidup dengan baik. Pembiasaan baik itu misalnya: sejak kecil anak diajari oleh orang tuanya bagaimana harus bersikap jujur, hormat terhadap orang yang lebih tua, mengucapkan terima kasih, dan lainnya, yang pada prinsipnya orang tua atau guru membantu anak untuk bertindak sesuai dengan norma-norma yang dipahaminya dan berlaku umum.
Lickona (1992) mengatakan, karakter merupakan pengembangan dari kebiasaan berpikir baik, merasakan yang baik, dan berbuat kebaikan. Lickona menyebutkan ada tiga komponen dalam karakter yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action. Untuk membentuk karakter seseorang dibutuhkan tiga komponen tersebut. Pendidikan adalah wadah yang sangat strategis dalam pembentukan karakter seseorang. Sejak dini(usia sekolah) merupakan masa kritis bagi pembentukan pribadi seseorang.
Menurut Santosa (1979), masa antara usia lima sampai dengan 20 tahun merupakan the formatif years. Masa pembentukan ini sangat berpengaruh terhadap karakter seseorang, karena tidak akan berubah lagi kebiasaan-kebiasaan yang telah dibentuk dalam masa itu. Maka siswa-siswi di sekolah perlu mendapatkan tiga hal di atas: moral knowing, moral feeling, dan moral action.
Pengetahuan Moral (moral knowing)
Pengetahuan tentang moral bagi siswa diawali dengan sebuah kesadaran moral (moral awareness). Kesadaran ini dibangun dengan suatu penyadaran diri pada siswa bahwa moral diperlukan untuk membangun hubungan dengan orang lain. Misalnya: menanamkan kesadaran pada anak bahwa mengucapkan terima kasih diperlukan untuk menghargai orang yang sudah berbuat baik pada kita.
Hal berikutnya yang harus diberikan kepada siswa adalah pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values). Dengan pengetahuan nilai-nilai yang ia pahami, kemudian anak akan mendapatkan suatu perspektif (perspective taking) dalam perilaku kehidupannya. Dia memiliki alasan moral dalam pikirannya (moral reasoning), sehingga ia mampu membuat keputusan (decision making) setiap kali ia akan melakukan suatu tindakan. Akhirnya siswa akan memiliki pengetahuan diri (self knowledge) tentang moral.
Proses pengetahuan tentang moral ini menjadi tugas pokok bagi guru di kelas maupun orang tua di rumah. Anak akan belajar banyak melalui mereka, maka dibutuhkan pengetahuan moral yang baik pula bagi guru dan orang tua. Pengetahuan tentang moral bagi guru dan orang tua selain diperoleh dari pengalaman masa lain, mereka juga dapat belajar dari buku, seminar-seminar, ikut kegiatan keagamaan, dan banyak kegiatan lainnya yang mendukung pengetahuan moral mereka.
Rasa Moral
Rasa moral atau moral felling, ditandai dengan adanya kesadaran diri, harga diri, empati, cinta akan kebaikan, kontrol diri, dan rasa kemanusiaan. Seorang anak diharapkan memiliki kepekaan akan suara hatinya dalam menanggapi setiap hal yang ia alami. Sebagai pendidik, guru atau orang tua diharapkan mampu menunjukkan kepada anaknya mana yang benar dan mana yang salah, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Yang perlu ditekankan pada situasi ini adalah pendidik harus mampu menjelaskan dengan baik, artinya sesuai dengan perkembangan anak, mengapa suatu hal perlu dilakukan atau dihindari. Pendidik mengajak anak untuk berpikir bagaimana seharusnya mempertimbangkan dengan seksama sebelum melakukan tindakan atau perbuatan tertentu.
Seorang anak diharapkan memiliki rasa percaya diri, agar ia mampu dengan berani dan penuh keyakinan diri melakukan suatu tindakan, karena ia yakin yang dilakukan benar. Rasa empati menjadi penting, karena sebelum bertindak seseorang akan mempertanyakan pada dirinya sendiri apakah yang akan ia lakukan akan menyakiti orang lain atau diterima oleh orang lain. Sebagai pendidik, kita setiap hari harus menanamkan kepada anak untuk mencintai kebaikan. Perlu ditanamkan bahwa kebaikan itu mendatangkan suatu hal yang positif bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Positif dalam berhubungan dengan orang lain, positif dalam perkembangan mentalnya, dan tentunya akan memiliki teman yang banyak.
Kontrol diri adalah hal yang diperlukan agar seorang anak mempunyai rasa moral yang tinggi. Ia mampu mengontrol perasaan, pikiran, maupun tindakan yang akan dilakukannya. Apakah yang ia rasa, pikir, dan perbuat benar-benar telah memenuhi criteria moral pada umumnya? Manusia yang telah memiliki kesadaran diri, empati, cinta akan kebaikan dan control diri, ia akan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Ia tidak akan dengan mudah melukai orang lain dan tidak mudah berbuat jahat atau menyimpang hidupnya.
Tindakan Moral
Akhirnya, setelah seorang anak tahu, dan mempunyai rasa moral, ia akan melakukan tindakan moral yang baik. Tiga hal yang menjadi bagian dari tindakan moral yakni: kompetensi, keinginan, dan kebiasaan.
Kompetensi untuk berbuat baik adalah mutlak dibutuhkan agar seseorang bisa memiliki tindakan moral yang baik. Ia juga harus selalu memiliki keinginan atau kehendak yang baik sebagai dasar segala perbuatan yang akan dilakukannya. Dan akhirnya kebiasaan berperilaku baik akan tumbuh dan berkembang jika semua hal di atas sungguh-sungguh diperhatikan oleh seluruh pendidik baik guru maupun orang tua.
Pendidikan dalam arti yang sebenarnya yaitu membentuk karakter manusia bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Sangat dibutuhkan keteguhan hati, ketekunan, serta komitmen yang kuat dari guru maupun orang tua. Seorang guru tidak hanya memberikan ilmunya saja kepada anak didik, tetapi juga harus membentuk sifat pada setiap anak didiknya. Guru harus memiliki pengetahuan, rasa, dan perilaku moral yang tinggi sehingga dapat menjadi teladan anak didik. Melalui pendidikan, proses pembiasaan baik bisa dilakukan.
Kebiasaan baik hanya dapat tumbuh dan berkembang melalui hubungan dengan orang lain. Dalam konteks sekolah, hubungan itu dapat adalah hubungan antara siswa dan guru. Maka, perlu disadari relasi antara siswa dan guru di sekolah sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter seorang anak.
Paulus Budi Winarto
Guru SMP Pendowo Ngablak-Magelang
-
there are no comments yet