Article Detail

MEMBEBASKAN DARI BELENGGU KETIDAKBERDAYAAN

Pendidikan sejatinya adalah usaha untuk mencapai suatu hasil yang lebih dari sebelumnya.  Pendidikan  berhasil jika seseorang terbebas dari keterkungkungan imajinasi. Pendidikan tanpa imajinasi adalah mati. Pendidikan tanpa memaksimalkan kemampuan otak adalah pendidikan tanpa makna. Itulah yang terjadi ketika proses pendidikan hanya sebatas pencapaian target kelulusan. Melalui institusi yang dinamakan sekolah proses belajar mengajar secara esensi mestinya mengajak peserta didik untuk menggunakan kemampuan otak, emosi, relasi dan keterampilan serta potensi diri.

Menggunakan kemampuan otak artinya peserta didik diajak berlatih untuk berpikir. Berpikir terhadap sesuatu secara logis, masuk akal, dapat diterima oleh rasio. Untuk itulah peserta didik diajak berpikir sebab akibat. Setiap sebab menimbulkan akibat, termasuk setiap tindakan apa pun peserta didik pasti menimbulkan akibat. Jika peserta didik malas belajar akibatnya tidak bisa mengerjakan ulangan. Hasil ulangan jelek. Itulah pengaplikasian dari berpikir secara sederhana tentang menggunakan otak. Jika ia belajar sungguh-sungguh maka hasilnya memuaskan. Itulah yang perlu ditanamkan dalam benak siswa tentang pengasahan dan pemberdayaan otak untuk membebaskan diri dari belenggu ketidaktahuan dan kebodohan dalam memecahkan masalah hidupnya. Ini pun sesuai dengan makna : Intelegensi adalah kemampuan yang dimilki seseorang untuk menghadapi masalah-masalah atau situasi baru (Lester dan Alice Crowe).

Pengolahan emosi peserta didik perlu diasah secara baik dengan memberikan wadah atau media tepat di mana peserta didik dapat menyalurkan emosi mereka. Saat ini penyaluran emosi peserta didik dilepas begitu saja. Terbukti, sarana umum baik di lingkungan sekolah maupun di temapt-tempat umum menjadi tempat pelampiasan ketika mereka mengalami perasaan yang menyakitkan atau bahkan menggembirakan. Yang sangat disayangkan muncul kata-kata atau kalimat-kalimat yang kurang layak bagi pelajar. Ini perlu disikapi dengan membuat wadah saluran emosi. Jika penyaluran emosi tersumbat, ini berdampak pada sikap perbuatan yang kontra produktif. Secara sederhana media emosi peserta didik dalam bentuk diminta untuk menyanyi, membuat puisi lalu dibacakan di depan kelas. Bisa juga diajak untuk mencipta lagi sendiri sebisanya.

Emosi peserta didik sebetulnya tidak bisa dilihat sebelah mata. Karena jika pendekatan tidak pas yang terjadi menimbulkan masalah lebih rumit baik bagi peserta didik sendiri, orang tua, guru, sekolah bahkan teman-temannya sendiri. Peserta didik perlu diberikan pengalaman bagaimana cara menyalurkan emosi yang pas dan setelah itu menemukan cara-cara yang lebih tepat menurut diri pribadinya. Metode ini memberikan alternatif bagaimana cara pendidikan membebaskan emosi secara tepat.

Peserta didik handaknya mengalami pembelajaran menguasai emosi, bahkan mengendalikan emosi dengan baik. Penguasaan emosi sangat penting. Pinter tetapi tidak bisa mengendalikan emosi bahkan rasio dikalahkan oleh emosi maka masa depan pun suram. Karena, orang yang paling kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya sendiri. (Lucuis Annaeus jenneca). Di sinilah ukuran orang hebat, bukan hanya dapat nilai berapa, tetapi seberapa menguasai diri sendiri.

Pembebasan dari keterasingan dengan membangun relasi juga hal penting bagi peserta didik sebagai bekal hidup bermasyarakat. Meskipun sekolah merupakan miniatur masyarakat namun tidak semua peserta didik bisa membangun relasi dengan baik. Sikap menerima pluralism atau kemajemukan di lingkungan sekolah perlu ditanamkan dalam diri peserta didik. Jika selama bersekolah mampu berelasi dengan baik, saat bermasyarakat secara riil, tidak kaget. Untuk itu, pendidikan di sekolah pun perlu memberikan pengalaman kepada peserta didik bagaimana membangun relasi dengan orang-orang yang cocok maupun yang tidak cocok agar dapat berelasi dengan pas. Memberikan pengalaman secara pribadi kepada peserta didik untuk berelasi sangat penting. Bekerja secara kelompok juga perlu diberikan pengalaman. Keberanian berbicara di depan kelas secara individu merupakan modal pengalaman yang penting dan berharga. Kepercayaan diri peserta didik penting bagi membangun relasi. Pengalaman ini akan membebaskan dari keterkungkungan.

Keterampilan menjadi salah satu unsur penting bagi pencapaian karakter diri. Keterampilan ini mampu membangkitkan diri.  Keterampilan setiap orang berbeda. Keterampilan tidak dipunyai oleh setiap orang. Tetapi setiap orang memiliki cirri khas yang unik. Pendidikan pun perlu menggali keterampilan dan keunikan yang dimiliki peserta didik. Karena melalui keterampilan, emosi seseorang dapat disalurkan dengan tepat. Keterampilan bisa berupa terampil membuat kerajinan tangan, keterampilan menggambar, membuat gantungan kunci, melipat, membuat model pakaian dan lain-lain. Keterampilan-keterampilan tersebut pada dasarnya bukan milik sekolah kejuruan saja, tetapi sekolah umum pun perlu memberikan ruang bagi keterampilan yang dimiliki bagi peserta didik.

Setiap anak memiliki potensi diri yang tidak sama. Potensi diri harus dikembangkan, harus diaktualisasi, diwujudkan, sehingga menjadi kemampuan atau keterampilan yang nyata. Jika setiap potensi diri peserta didik dikelola dengan baik dan diakomodir secara tepat sangat mungkin prestasinya mengharumkan nama sekolah, membanggakan orang tua, dan memperbesar rasa percaya diri pribadi. Aktualisasi potensi diri tidak mesti untuk mencapai penghargaan sebagai juara tingkat nasional, yang terpenting aktualisasi potensi itu membangun rasa percaya diri, membanggakan, mengharumkan dan membawa nama baik. Pendidikan yang dapat menyalurkan potensi diri peserta didik secara maksimal adalah pendidikan yang membebaskan dari belenggu ketidakberdayaan.

 

Paulus Budi Winarto

Guru SMP Pendowo Ngablak-Magelang

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment