Article Detail
Experential Learning Bagian 3
Pada pembahasan yang pertama sudah disampaikan mengenai pengertian dari Experential learning secara umum. Sedangkan pada pembahasan yang kedua sudah disampaikan mengenai tahapan-tahapan Experential Learning, dan pada pembahasan yang ketiga ini akan disampaiakan mengenai Model Experential Learning.
Experiental learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holiostik dalam proses belajar. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori belajar lainnya. Istilah “experientrial” di sini untuk membedakan anatara teori belajar kognitif yang cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb dalam Baharudin dan Esa, 2007: 165).
Model Experiential Learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, experiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.
Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu
- mengubah struktur kognitif siswa.
- mengubah sikap siswa.
- memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada.
Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi seara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. Experiential learning menekankan pada keinginan kuat dari dalam diri siswa untuk berhasil dalam belajarnya. Motivasi ini didasarkan pula pada tujuan yang ingin dicapai dan model belajar yang dipilih. Keinginan untuk berhasil tersebut dapat meningkatakan tanggung jawab siswa terhadap perilaku belajarnya dan meraka akan merasa dapat mengontrol perilaku tersebut. Experiential learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Model experiential learning memberi kesempatan kepada siswa untuk memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka, keterampilan-keterampilan apa yang mereka ingin kembangkan, dan bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami tersebut. Hal ini berbeda dengan pendekatan belajar tradisional di mana siswa menjadi pendengar pasif dan hanya guru yang mengendalikan proses belajar tanpa melibatkan siswa.
-
there are no comments yet