Article Detail

Menghentikan Kekerasan di Sekolah

Istilah kekerasan tentu tidak asing lagi ditelinga kita. Berita-berita tentang kekerasan menghiasi halaman majalah, koran bahkan menjadi headline news pada siaran-siaran televisi. Padahal kekerasan masuk juga dalam kategori pelanggaran HAM, karena setiap manusia di muka bumi inin mempunyai hak untuk hidup dengan nyaman bebas dari tindakan kekerasan.

Pengertian kekerasan

WHO (2002) mendefinisikan kekerasan ‘sebagai digunakannya daya atau kekuatan fisik, baik berupa ancaman atau perbuatan, terhadap diri sendiri atau orang lain, atau terhadap kelompok atau komunitas yang berakibat atau memiliki kemungkinan mengakibatkan cedera, kematian, bahaya fisik, perkembangan atau kehilangan’. Merujuk pada definisi itu, mengancam saja sudah termasuk kekerasan karena mengakibatkan ketidaknyamanan pada orang lain sebagai korban, apalagi memukul, mencambuk, dan sanksi-sanksi fisik lainnya.

Bentuk-bentuk Kekerasan

Dari pengertian-pengertian tentang kekerasan yang dikemukakan oleh Olweus (1999) maupun pengertian kekerasan menurut rumusan WHO, kita dapat melihat bahwa kekerasan bisa terjadi dalam berbagai bentuk antara lain; kekerasan fisik adalah bentuk kekerasan yang dilakukan menyebabkan rasa sakit secara fisik atau kerugian secara fisik seperti  rasa sakit, luka, atau memar, bahkan bisa juga sampai menimbulkan cacat fisik. Ketika siswa dipukul sampai babak belur atau dicambuk sehingga menimbulkan rasa sakit atau meninggalkan bekas pada tubuh adalah contah kekerasan fisik.

Berikut kekerasan verbal, yakni kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat atau ungkapan yang menimbulkan rasa sakit hati, rasa tidak nyaman, rasa malu, dan tersinggung, atau rasa gelisah pada siswa. Dalam suatu survey 15% dari murid SMP mengatakan bahwa mereka pernah menerima email atau pesan-pesan berupa kalimat-kalimat yang kasar atau bersifat mengancam selama semester yang lalu (Noret and Rivers, 2006).

Selain itu masih ada juga yang disebut kekerasan mental yakni kekerasan yang tidak menggunakan ancaman yang  menimbulkan kegelisahan luar biasa pada siswa.

Masih ada bentuk kekerasan lain yang belum terlalu dikenal masyarakat luas yakni kekerasan simbolik (symbolic violence), “kekerasan yang dilakukan secara paksa untuk mendapatkan kepatuhan yang tidak dirasakan atau disadari sebagai sebuah paksaan dengan bersandar pada harapan-harapan kolektif dari kepercayaan-kepercayaan yang sudah tertanam secara sosial. Kekerasan simbolik dilakukan dengan mekanisme yang tidak kelihatan menjadi sesuatu yang diterima sebagai yang memang seharusnya demikian (Pierre Bourdieu, 1984)

Sebab Terjadinya Kekerasan

Menelisik alasan mengapa kekerasan itu terjadi, jawabannya bisa bermacam-macam. Sebagian mungkin menjawab bahwa itu bukan kekerasan melainkan punishment yang memang harus diberikan sebagai bagian dari tindakan edukatif terhadap siswa. Cara pandang ini membuat kekerasan bertumbuh menjadi kebiasaan bahkan budaya yang ‘dilegalkan’ sekolah.

Menurut penulis setelah mengamati  berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di sekolah secara umum yang dilakukan oleh guru terhadap para siswa sebenarnya adalah karena guru belum terbiasa dengan pendekatan pendidikan ramah anak dan belum dilatih baik (well trained) untuk menyikapi berbagai pelanggaran dan ketidaktertiban siswa secara kreatif edukatif.

Pendekatan kekerasan cenderung lebih dapahami selain karena tidak dapat menguasai emosi ketika mendapati siswa melanggar aturan, juga karena beranggapan bahwa kekerasan adalah cara cepat dan mudah untuk menghentikan pelanggaran. Kalau mau jujur dan objektif, tindakan kekerasan yang dilakukan sebenarnya hanya untuk melampiaskan kesalahan bukan karena pertimbangan edukatif yang biasanya muncul kemudian sebagai pembenaran terhadap tindakan kekerasan itu.

Selain itu kekerasan bisa juga terjadi karena masih diterapkan paradigma pembelajaran lama di mana guru adalah subjek pembelajaran sedangkan para siswa hanyalah sebagai objek yang harus menuruti saja apa yang dikehendaki guru.

Pendidikan dan kekerasan merupakan dua entitas yang bukan saja tidak bisa disandingkan tetapi seharusnya mempunyai hubungan saling meniadakan. Dikatakan demikian karena pendidikan dari pengertiannya adalah segala upaya dan usaha serta kegiatan yang dilakukan untuk memanusiakan manusia menurut  definisi (N. Driyarkara SJ). Dari definisi yang singkat namun padat berisi ini nampak sekali bahwa pendidikan tidak lain dari usaha untuk membuat manusia muda menjadi semakin manusia yang beradap karena semakin tahu, semakin bisa, dan semakin baik yang mestinya dicapai melalui tata cara yang beradap pula.

Solusi Menghadapi Kekerasan di Sekolah

Mencermati  baebagai kasus kekerasan yang terjadi di tengah masyarakat kita, sekolah mestinya punya tanggung jawab moral untuk memutuskan mata rantai kekerasan tersebut dengan cara menghapus sebersih mungkin kekerasan di sekolah sehingga output sekolah nanti dapat masuk dalam interaksi sosial di tengah masyarakat dengan karakter anti kekerasan karena mereka tidak pernah mengalami kekerasan di rumah maupun di sekolah.

Usaha-usaha untuk meminimalisasi dan menghilangkan kekerasan di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan strategi antara lain;

  1. Membudayakan anti kekerasan di sekolah baik pendidik, tenaga kependidikan, maupun siswa dan juga orang tua harus menyepakati suatu sikap bersama bahwa setiap bentuk pelanggaran harus diberi sanksi sesuai kesepakatan itu dan tentu tidak perlu menggunakan kekerasan fisik sebagai sanksinya.
  2. Ada juga sekolah yang memberikan skor pada setiap pelanggaran. Tinggi rendahnya skor tergantung pada berat ringannya pelanggaran, pada kumulasi skor tertentu ditetapkan sanksi mulai dari sanksi yang ringan seperti teguran lisan lalu membuat surat pernyataan, sampai dengan pemanggilan orang tua dan pengembalian siswa ke orang tua, tanpa harus menggunakan kekerasan terhadap siswa.
  3. Dinas pendidikan Kabupaten/kota harus merencanakan program sosialisasi dan pelatihan tentang paradigma pendidikan ramah anak kepada para guru termasuk di dalamnya juga tentang kiat-kiat, metode, dan strategi menghadapi siswa bermasalah dengan pendekatan yang edukatif, mengingat kekerasan terjadi sering karena kurang sabarnya guru menghadapi siswa trouble maker. Selain itu perlu disadari pula bahwa paham guru sebagai subjek pembelajaran sudah bukan zamannya lagi karena menurut Abraham Maslow dan Carl Rogers, secara psikologis setiap peserta didik memiliki perspektif humanistic di mana setiap individu pada dasarnya memiliki potensi positif untuk mampu mengendalikan diri dan hidupnya.
  4. Perlu dilaksanakan sosialisasi tentang Undang-Undang mengenai Hak Asasi Anak untuk diketahui semua guru. Kalau dulu katanya di ujung rotan ada emasnya tetapi sekarang tidak begitu lagi, di ujung rotan ada penjara. Ini penting disosialisasikan kepada para guru karena kita tidak ingin ada guru yang mendekam di penjara karena tersangkut tindakan kekerasan terhadap siswanya.
  5. Penghapusan tindakan kekerasan bisa juga dilakukan dengan menerapkan prosedur dan mekanisme penyelesaian siswa bermasalah secara berjenjang. Misalnya dari guru diteruskan kepada wali kelas, kalau tidak bisa diatasi diteruskan kepada guru bimbingan dan konseling, dan kalau tetap tidak bisa diatasi selanjutnya diserahkan kepada kepala sekolah, pada umumnya ketika sudah diserahkan kepada kepala sekolah, trouble maker bisa mengubah sikap karena sudah pada tahapan pamungkas. Namun bila tetap tidak efektif, siswa tersebut dikembalikan ke orang tuanya untuk dididik di rumah dengan program home schooling atau pindah ke satuan pendidikan lain tanpa harus menggunakan kekerasan.

Kesimpulan

Pendidikan adalah usaha untuk memanusiakan manusia muda atau untuk membuat manusia semakin beradab (civillized), oleh karena itu pendidikan harus dilakukan dengan cara dan strategi yang beradab pula.

Oleh karena itu para guru sebagai pelaku pendidikan diajak untuk menghindari kekerasan dengan berbagai sosialisasi dan pelatihan agar memahami dan mampu menghayati paradigma pendidikan ramah anak, karena anak bukan sebagai objek dalam proses pembelajaran, melainkan sebagai subjek pembelajaran yang masing-masing mempunyai keunikan tersendiri.

 
Paulus Budi Winarto
Guru SMP Pendowo Ngablak

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment